MALAM menjelang, tapi di sudut Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, keriaan terjadi. Ada kuali panas nan lebar, luber dengan nasi bersemu kuning. Tercium aroma kari yang kuat. Potongan daging kambing berwarna coklat muncul menyembul.
Tak perlu menunggu lama untuk sepiring nasi goreng kambing Kebon Sirih yang kini sudah menginjak 42 tahun. Ini berkat kerja keras juru masak yang bergumul dengan puluhan porsi nasi goreng yang ia racik sekaligus. Satu piring cukup Rp20.000.
Lima menit setelah memesan, nasi goreng dengan taburan emping melinjo pun tiba. Rasanya sebenarnya sudah familiar karena ini kunjungan kali kedua kami kesini. Aromanya kuat, penuh dengan bau rempah-rempah yang tajam. Harum serupa bisa ditemui di sajian kari asal India serta juga gulai kambing.
Nasi goreng kambing warung ini patut dicurigai sebagai pihak yang bertanggungjawab mempopulerkan menu ini di seantero Jakarta. Mengapa di Jakarta?
Indikasinya, setelah warung ini mengemuka pada 1958, nasi goreng yang semula cuma berteman dengan telor ceplok atau suwiran ayam kemudian ikut berkerabat dengan kambing. Inovasi yang dilakukan Haji Nein, sang pendiri warung ini, memunculkan epigon-epigon di seantero Jakarta.
Masyarakat Jakarta memang sudah lama berkawan dengan beraneka jenis sajian berbau kambing, ada soto kaki yang berbahan kaki, jeroan dan kepala kambing.
Tak perlu menunggu lama untuk sepiring nasi goreng kambing Kebon Sirih yang kini sudah menginjak 42 tahun. Ini berkat kerja keras juru masak yang bergumul dengan puluhan porsi nasi goreng yang ia racik sekaligus. Satu piring cukup Rp20.000.
Lima menit setelah memesan, nasi goreng dengan taburan emping melinjo pun tiba. Rasanya sebenarnya sudah familiar karena ini kunjungan kali kedua kami kesini. Aromanya kuat, penuh dengan bau rempah-rempah yang tajam. Harum serupa bisa ditemui di sajian kari asal India serta juga gulai kambing.
Nasi goreng kambing warung ini patut dicurigai sebagai pihak yang bertanggungjawab mempopulerkan menu ini di seantero Jakarta. Mengapa di Jakarta?
Indikasinya, setelah warung ini mengemuka pada 1958, nasi goreng yang semula cuma berteman dengan telor ceplok atau suwiran ayam kemudian ikut berkerabat dengan kambing. Inovasi yang dilakukan Haji Nein, sang pendiri warung ini, memunculkan epigon-epigon di seantero Jakarta.
Masyarakat Jakarta memang sudah lama berkawan dengan beraneka jenis sajian berbau kambing, ada soto kaki yang berbahan kaki, jeroan dan kepala kambing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar